Langsung ke konten utama

Postingan

Apa Kabar, Semesta Jiwamu?

Sesekali bisakah aku memeluk diriku dengan baik, tanpa membutuhkan tubuh siapapun?  Selama ini, memikirkannya saja sudah buat aku bahagia. Tentu, karena dua tahun belakangan ini aku merasa situasi tidak baik-baik saja walau ucapanku pada tiap orang aku baik-baik saja.  Entah pertemanan di dunia maya, selalu membuat aku merasa tidak ada yang tulus meski postingan mereka tampak mulia dan tebar kebajikan. Contoh pertemanan di dunia maya yang tak berkesinambungan dan kamuflase adalah : Akun sosial media yang punya pertemanan 2000 ~ 5000 akun berbeda. Mungkin hanya 1 ~ 10 akun yang benar-benar menganggap teman seolah di dunia nyata. Hanya 5% saja dari 1000% yang benar-benar peduli, tulus, dan apa adanya. Selebihnya, akun-akun itu hanya butuh pencapaian popularitas, pengakuan, dan sebagai akun untuk mencapai obsesi demi bisa terus pamer.  Aku sadar, di dunia nyata pun sering menemui orang-orang yang hanya ingin mengambil keuntungan saja saat berhubungan denganku. Entah itu hubungan keluarga,
Postingan terbaru

Setelah Hujan Mereda (Cerpen)

(Cerpen ini dimuat pertama kali di koran Radar Mojokerto, grup JawaPos, Minggu, 20 Februari 2022) *** Hujan mengguyur sejak Subuh. Aku benci hujan, seakan dipenjara saat hujan deras. Tak bisa ke mana-mana, tak bisa mendekati Maya, si cantik incaranku sejak dulu. Aku berdua saja dengan perempuan tua ini, bosan sekali. Perempuan tua ini berulang-ulang cerita padaku tentang anak kesayangannya yang telah sukses hidup di luar negeri. Juga bercerita tentang mendiang suaminya yang PNS. Sampai akan menutup cerita, dia lalu sesenggukan di kursi goyang. Aku tak tega meninggalkannya seperti itu.      Meski sekarang dia hidup sendiri, perempuan tua ini masih punya uang untuk belanja kebutuhan sehari-hari. Memberiku makan tiga kali sehari, hingga aku bisa semontok dan setampan ini.      Terdengar jejak langkah kakinya mendekatiku. Dia memakai longdress, wajah riasan tipis, rambut putih sebahu dikuncir belakang, aroma parfum tercium dari jauh. Dia hempaskan pantat kurusnya ke sofa empuk ruang tamu

Jangan Putus Asa dalam Menjalani Hidup.

Pada suatu waktu seseorang pernah berada pada titik yang sangat sulit. Pastinya akan merasa terpojok di dunia ini, ketika tidak ada satu pun yang peduli dengan keadaan yang alami saat itu. Aku pun pernah, bahkan bisa dibilang berkali-kali. Setiap orang selalu ingin bisa hidup lebih baik, layak, bahkan lebih sukses dari kehidupannya terdahulu. Namun, sekeras apapun sebuah perjuangan dan sebanyak apapun hasil yang didapat, kita akan berakhir pada satu titik. Yakni titik nol.  Mengapa begitu? Karena kesempurnaan manusia tidak bisa ditentukan oleh pemikiran manusia itu sendiri. Kesempurnaan dan kesuksesan hanya bisa dicapai oleh pemikiran manusia sedapatnya yang dia mampu. Di luar itu, kekuasaan serta kesempurnaan hanya milik Sang Pencipta.  Prediksi manusia dengan kekuasaan-Nya masih sangat dangkal. Misalkan, manusia yang sukses ialah yang memiliki segalanya yang ada di dunia ini dan manusia yang merdeka dari perbudakan, yang bebas. Entah memiliki segalanya di dunia ini yang bagaimana? Ka

Menulislah untuk Berbicara Banyak Hal.

Menulis adalah suatu cara untuk bicara, suatu cara untuk menyapa, suatu cara untuk menyentuh seseorang yang lain, entah di mana.  Kutipan;  Seno Gumira Adji Darma. Alasan saya menulis, salah satunya ada dalam kutipan kalimat tersebut. Kutipan Penulis Besar, Pak Seno Gumiara Adji Darma yang saya ambil dari sembarang internet. Menulis adalah suatu cara untuk bicara. Benar, jika untuk bicara langsung dengan orang lain atau orang banyak tidak semua orang bisa melakukannya dengan baik. Termasuk saya, salah satu cara untuk menyampaikan perihal pemikiran, imajenasi dan perasaan, saya beranikan dengan tulisan. Menulis cara paling luas dan lebih dekat untuk menyampaikan sesuatu kepada orang yang ingin kita sentuh. Perorangan, kelompok atau seluruh umat manusia di dunia ini. Saya suka menulis karena tidak pandai berbicara dengan orang lain. Melalui tulisan isi dari pemikiran saya, penyampaian  tentang keresahan yang terekam di otak bisa dituangkan ke dalam kertas atau media lainnya dan dibac

[CERBUNG] Mori Merindukan Mentari, Mengejarnya dalam Dunianya Sendiri. (Bag.1)

Oleh : Rosi Ochiemuh. Awal bulan Januari yang basah, tahun baru Masehi ini mungkin sesuatu yang harus disyukuri Mori, setidaknya permukiman sekitar rumahnya tidak pernah tersentuh banjir selepas hujan deras. Karena tanah di tempat dia tinggal dataran tinggi yang juga punya pembuangan air got besar dan agak bersih. Itu dikarenakan juga perangkat desa setempat selalu mengadakan Minggu bersih-bersih kepada seluruh warga permukimannya, bahkan Pak Lurah itu ikut terjun langsung bergabung dengan para warga dalam hal bersih-bersih meski warganya kebanyakan berstrata menengah ke bawah. Tapi sebetulnya dari hati terdalam Mori risau. Anak-anaknya yang dia tinggalkan untuk bekerja serasa kurang terurus. Sedih memang, namun bagaimana pun dia harus mencukupi kebutuhan hidup keluarganya. Dua anak dan satu orangtua yakni ibu mertuanya. Ketiga orang itu adalah tanggung jawabnya. Suaminya telah pulang menghadap Sang Khalik dua tahun lalu karena sakit kanker paru-paru. Perjuangan penyembuhan u

SENYUMAN DELIMA [Cerpen Rosi Ochiemuh]

Cerpen ini dimuat pertama kali di Koran Solo Pos (Rubrik Jeda. Edisi Minggu, 03 November 2019). Teriakan di pagi itu menerjang telinganya bersama ketukan pintu yang keras menggertak membangunkan dia dari tidur yang tenang. Hanya di waktu tidur, dia merasa hidup dan jadi manusia bahagia. Dengan tidur itu pula dia bisa menyusun cerita hidup yang indah dari mimpi-mimpi dan menciptakan bahagia sendiri.  “Lima! Bangun! Dua puluh menit terlewat!” teriak tuannya. Lelaki tua itu menggerutu, padahal dia baru tiba di rumah pagi itu. Delima mengucek mata, pelan-pelan dia bangkit dari tempat tidur. Kamarnya selalu dikunci dari dalam, juga jendelanya. Karena ingat selalu pesan tuannya, “Setiap sore menjelang senja, jangan lupa kau tutup semua pintu dan jendela. Meski ada aku atau tidak ada aku!”  Pertama-tama dia buka pintu kamar. Gegas menuju ruang dapur untuk memasak, karena lelaki tua itu sudah minta sarapan pagi. Lelaki tua itu membawakan sekantong besar belanjaan. Di

DENTING CINTA (My Cerpen mini)

Penulis : Rosi jumnasari, Nama pena : Rosi Ochiemuh. Buku perdana; Kumpulan cerpen Sesuatu di Kota Kemustahilan (Penerbit LovRinz Publishing Februari 2018). FB : Rosi Ochiemuh, IG: @ochiemuh, Twitter : RJumnasari.             Malam Minggu ini kafe sepi pengunjung. Denting-denting riuh lemari kafe tampakkan gelisahnya. Saya menunggu seorang pengunjung tetap, yang dulu sering menempelkan bibirnya pada tubuh saya, juga jemarinya yang lentik itu. Namanya Astrid. Dia selalu datang sendiri, membawa tas laptopnya kemudian berlama-lama dalam kafe hanya untuk menulis di laptopnya. Tempat duduknya dekat jendela sebelah kanan ujung. Sebelum datang rupanya dia sudah memesan tempat duduk paling strategis itu di sini melalui telepon.             Aroma stroberi dari lipblam di bibirnya menguar, menyegarkan dan manis meski yang diminum bukanlah sejenis jus buah juga sirup. Tapi, kopi hitam manis. Kue yang dipesannya hanya kue pie keju. Kontras dengan aroma lipblam yang dipakai di bibirnya