Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari November, 2015

Puisi : Si Kelana Bodoh.

Si Kelana Bodoh. Oleh : Rosi Ochiemuh. Dilamannya penuh ambisi berbaris-baris Deretan agenda penuh mistis dan berbasis  Tertulis bilangan-bilangan fantastis humanis pikirnya, berbalut realistis Mencari rumus bilangan-bilangan impian membentang, melebar penuh kejutan jantung semakin kencang memompa meruak semangat dunia hingga ke ubun-ubunnya Berdialog dengan khayalan yang tersusun rapi Dari pagi menjelang pagi tiada kesudahan merangkai mimpi Tiada tahu lantunan merdu memanggilnya panggilan indah dari Tuhannya "Haiya 'alassholaah!" "Haiya 'alassholaah!" Tergugu di kesibukan yang semakin seru berkejaran dengan waktu  Terkukung melengkung berlomba-lomba dengan ambisi berbaris rapi Berulang panggilan indah dari Tuhannya serunya sampai lima kali dalam sehari tiada tergerak jasadnya yang berdetak hangat dia bergelut seru dengan impian menggunung pikirannya berdialog pada geliat agenda-agenda alangkah bodoh hati dan jiwanya dia du

FF_2__SUARA-SUARA KERAS ( Clue Kotak Hitam )

SUARA-SUARA KERAS. Oleh : Rosi Ochiemuh. “Kau penyembah berhala. Penyembah benda mati!” Aku terperanjat dari tempat duduk. Wajah basah berkeringat, rasanya seperti habis berlari jauh. Penumpang yang duduk di sebelahku menangkap ekspresiku saat itu. “Ada apa, Pak?” tanyanya. Aku menarik napas panjang. Memejamkan mata dengan pelan dan membukanya lagi.   Sejak tadi suara-suara keras itu menggema di telinga.  “Sejak tadi saya mendengar suara-suara yang keras. Tetapi ketika melihat sekeliling dalam pesawat, tidak ada yang berbicara satu pun termasuk Adik,” ucapku lirih. Dia memandangi wajahku. Kami bersitatap, mungkin dia berpikir aku mengalami sesuatu yang tak wajar. “Coba bapak bertayamum,” ucapnya dengan senyum. Rasanya aku belum pernah mempraktikannya. Hanya pernah belajar cara bertayamum. Berwudhu pun jarang kulakukan. Kesibukan berbisnis membuatku semakin lupa. Tapi jika ada kesempatan umrah, aku tidak pernah melewatkanny

Aku & Kertas Contekan. ( Cermin )

Oleh : Rosi Ochiemuh. "Rai, apakah kamu sudah tahu kalau Dion ..." Kalimat Tita terputus. "Dion? Sudah tahu, Ta," balasku dengan wajah murung. "Aku hampir tak percaya kalau Dion adalah salah satu korban kebakaran di gedung karaoke itu," Tita seperti merasa bersalah. "Itu sudah takdirnya, Ta. Yang pastinya kita harus melangkah ke depan, masa depan kita masih terbentang," ucapku lagi menenangkan dia. Dion, sahabat yang selalu memberikan canda dan tawa itu dan selalu memberikan kata-kata motivasi saat kami dilanda frustasi karena permasalahan orang tua kami. Begitu supel dan tidak pernah merasa bahwa dia itu anak orang kaya. Dia selalu membantu kami ketika menjelang ulangan umum, saling memberikan contekan. Kerjasama yang saling menguntungka meski kami jarang membantu, dia selalu ada untuk meringankan kesulitan kami. Kebakaran di gedung karaoke itu merenggut nyawanya. Menurut kepolisian, Dion terjebak di antara kerumunan pengunjung yang

Bukit Mata ( Cerpen )

Oleh: Rosi Ochiemuh. Sesuatu akan terjadi di balik bukit itu. Bukit Mata. Namanya Bukit Mata yang hampir mirip sekali dengan dua mata manusia yang sedang terpejam. Entahlah, apakah dahulu bukit tersebut adalah jelmaan raksasa yang dikutuk tertidur hingga menjadi batu dan matanya menonjol menjadi dua perbukitan. Pepohonan di sana jika di bulan purnama akan hidup. Seperti perkumpulan para manusia di alam fana ini. Aku tidak tahu jika itu benar. Namun satu pohon kecil bernama pohon Angsana itu sering duduk sendiri di kaki bukit mata. Dia sedang menunggu seorang manusia berhati suci dan bersih dari jaman sebelum kemerdekaan. Dia ingin manusia itu memeluknya dengan kesungguhan hati, agar Angsana kecil itu bisa berubah menjadi seorang anak manusia juga. Konon, Angsana kecil itu adalah jelmaan seorang anak raja yang masih kecil. Dia bermain di hitan Bukit Mata sendirian. Karena kesalahannya meludah sembarangan di antara dua pohon besar. Dia berubah menjadi pohon Angsana kecil. Aku tida

Tangan-Tangan Kerdil. (Kelas_Religi)

Oleh : Rosi Ochiemuh. "Kok, ngasih segini lagi, Tong?!" Ketusnya. "Maaf, Bos. Sedang sepi. Akhir-akhir ini selalu ada razia pengemis." "Pokoknya Gue nggak mau tahu. Lo pada harus dapetin duit lebih banyak lagi!" Lelaki bertubuh tambun itu marah. Uang hasil pendapatan anak buahnya dirampas cepat. Sambil menghitung puluhan lembar demi lembar rupiah yang kumal, juga recehan-recehan di kaleng-kaleng susu bekas. Dia—bos pengemis di Ibu Kota. Mengolah bisnis rahasia itu sejak hampir lima tahun terakhir. Namun setahun terakhir ini, pendapatan anak buahnya sangat sedikit.       Bisnis pengemis Pak Kemal begitu menggiurkan. Bayangkan saja, jika satu orang anak buahnya memiliki pendapatan seratus sampai lima ratus ribu dalam satu hari, dikalikan dua puluh orang pengemis asuhannya dari usia anak-anak   sampai orang tua. Disetorkan penghasilan sehari itu padanya, dia bisa meraup keuntungan jutaan rupiah dalam satu hari! Bisnis fantastis tanpa